Mantan Bos Mossad: Pemerintah Israel Lebih Pilih Balas Dendam daripada Bebaskan Sandera
NAGA303, Jakarta – Seorang mantan kepala dinas mata-mata Israel, Mossad, menuduh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memprioritaskan balas dendam daripada nyawa para sandera Israel yang ditahan di Gaza, menurut sebuah laporan media.
Tamir Pardo, direktur Mossad antara tahun 2011 dan 2016, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya menerima tawaran Hamas untuk melakukan pertukaran tawanan pada 8 Oktober 2023
“Namun, Israel memilih untuk membalas dendam. Mereka tahu bahwa para tawanan tidak dapat dibebaskan melalui serangan militer,” kata Pardo dalam sebuah wawancara dengan outlet berita Israel, Srugim, Minggu, 22 September 2024. Ia menambahkan bahwa Israel sadar bahwa para tawanan akan terbunuh dalam serangan yang sedang berlangsung di Gaza.
Namun, pemerintah tidak terganggu. Pemerintah justru meluncurkan kampanye untuk meyakinkan publik tentang narasi palsu sebagai kemenangan mutlak,” tambahnya.
Negosiasi gencatan senjata tidak langsung dan pertukaran tawanan antara Tel Aviv dan Hamas telah mencapai tahap kritis, karena Netanyahu tetap berkomitmen untuk melanjutkan perang di Gaza dan mengendalikan koridor-koridor utama di bagian selatan dan tengah jalur tersebut, seperti Koridor Philadelphia dan Netzarim. Hamas, di sisi lain, menuntut penarikan Israel sepenuhnya dari Gaza dan kembalinya para pengungsi tanpa batasan.
Israel saat ini menahan setidaknya 9.500 tahanan Palestina di penjara-penjara mereka, sementara diperkirakan ada 101 warga Israel yang ditahan di Gaza. Hamas mengatakan bahwa puluhan sandera telah terbunuh dalam serangan udara Israel.
Israel telah melanjutkan serangan brutal di Gaza setelah serangan lintas batas oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Hampir 41.400 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah terbunuh dan lebih dari 95.700 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza