Hog Cholera, Penyakit yang Serang Sejumlah Babi di Sumut
Virus kolera babi atau hog cholera tengah mewabah di Sumatra Utara. Total lebih dari 4 ribu ekor babi dilaporkan tewas akibat virus ini.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut, Sondang Ey Pasaribu mengatakan bahwa virus pertama kali merebak di Eropa sebelum akhirnya sampai ke Indonesia.
Di Kabupaten Tapanuli Utara sendiri tercatat sekitar 52 ekor babi tewas akibat virus kolera babi. “Babi yang terkena virus ini mengalami gejala demam, menggigil, kotoran mengeras, kurang nafsu makan hingga di sekitar telinga berwarna merah kebiruan,” ujar Sondang, Selasa (5/11).
Hog cholera atau umum pula dikenal sebagai classical swine fever (CSF) merupakan penyakit menular pada babi domestik dan liar. Biang keroknya adalah virus yang berasal dari genus Pestivirus dan keluarga Flaviviridae. Virus ini hampir sama dengan yang menyebabkan diare pada sapi dan domba.
CSF ditemukan di sebagian penjuru dunia mulai dari Amerika, Eropa, Asia, dan sebagian Afrika. CSF sempat mewabah di beberapa negara seperti Belanda, Jerman, Belgia, dan Italia selama rentang tahun 1990-an.
Menyitat situs OIE World Organisation for Animal Health, penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung dengan babi yang terinfeksi. Penularan umumnya terjadi melalui air liur, cairan sekresi dari hidung, urine, dan feses. Populasi babi hutan disebut-sebut berperan dalam menyebarkan penyakit.
Penyakit ini juga bisa diturunkan secara genetik. Induk babi yang terinfeksi sangat mungkin menularkan virus pada bayi babi di dalam rahim.
Virus dapat bertahan dalam daging babi atau produk olahan yang disimpan di dalam lemari pendingin selama berbulan-bulan. Kendati demikian, virus tak dapat menular pada manusia. Babi merupakan satu-satunya spesies yang rentan terserang CSF.
Kolera babi dapat timbul dalam bentuk akut dan kronis. Penyakit umumnya akan disertai demam, kehilangan nafsu makan, lemah, sembelit diikuti diare, dan cara berjalan yang tidak stabil.
Beberapa hari setelah gejala timbul, rona keunguan akan muncul pada bagian tubuh seperti telinga, perut, dan paha bagian dalam. Pada kondisi akut, babi umumnya hanya dapat bertahan hidup selama 1-2 pekan setelah terinfeksi.
Sementara dalam kondisi yang lebih paraf, CSF akan muncul tak ubahnya African swine fever (ASF).
Sedangkan dalam kondisi ringan, penyakit ini hanya ditandai dengan kinerja reproduksi yang buruk dan kelahiran anak babi yang cacat secara neurologis seperti tremor.
Tak ada perawatan dan pengobatan yang bisa dilakukan untuk melawan CSF. Penyakit ini akan terus menyerang hingga babi tak mampu melawannya. Peternak hewan disarankan untuk mengubur atau membakar bangkai babi yang terserang CSF.
Kendati tak bisa diobati, beberapa langkah bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran virus. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep sanitasi yang ketat, sebagaimana disebutkan dalam OIE Terrestrial Animal Health Code.
Komunikasi yang baik antara pemerintah dan peternak, sistem pelaporan penyakit, serta langkah-langkah lain yang melindungi babi domestik dari kontak dengan babi hutan menjadi beberapa langkah paling efektif untuk mencegah penyebaran virus.